Banyak yang tidak terdaftar
Kalau memang berbahaya, mengapa obat-obatan itu masih banyak beredar di berbagai belahan dunia? Dalam sebuah Kongres Internasional Nefrologi di Australia beberapa tahun lalu, Charles van Ypersele, Guru Besar Kedokteran pada Universitas Louvain di Brussels, Belgia, menyesalkan tidak adanya quality control, baik di Cina yang mengekspor obat-obatan itu maupun di negara van Ypersele sendiri, Belgia. Perusahaan-perusahaan Belgia yang mengimpornya menuding yang bertanggung jawab untuk menganalisis produk tersebut adalah para farmakolog.
Bagaimana di Indonesia? Menurut Marius, yang pernah menemukan obat mengandung fenfluramine di pasaran dalam negeri 2002 silam, di negeri kita lebih buruk lagi. la tidak tahu dengan jelas dari mana masuknya obat itu. Dan ia yakin bukan diimpor dari Cina, karena harganya cukup murah, hanya sekitar Rp 20.000,-an. "Bukan tidak mungkin itu buatan Sawah Besar atau Daan Mogot. Tulisan Cinanya hanya sebagai pemantas," ungkapnya dengan nada setengah bercanda. Anehnya lagi, di Indonesia produk yang dijual dengan harga murah biasanya hanya dipandang sebelah mata. Tetapi, begitu harganya mahal, misalnya ratusan ribu rupiah, langsung diserbu atau mendapat perhatian.Yang cukup mengganggu adalah bahasa Cina yang tercantum dalam kemasan obat-obatan tersebut. Sebenarnya ada peraturan yang menyatakan bahwa obat-obatan yang beredar di Indonesia harus mencantumkan keterangan dalam bahasa Indonesia pada kemasannya.
Sementara sebagian besar obat pelangsing Cina hanya mencantumkan bahasa Cina. Jangankan bahasa Indonesia, bahasa Inggris pun tidak ada. Berarti obat-obatan itu ilegal? "Di antara 50-100 obat pelangsing yang saya temukan di pasar pada tahun 2002, sebagian besar memang tidak terdaftar. Artinya, tidak mencantumkan tanda registrasi dari Depkes atau Badan POM. Semestinya tanda registrasi itu dicetak pada kemasan. Nah, di pasar saya lihat ada yang tanda registrasinya pakai sticker. Jadi, tanda itu dapat dipindah-pindahkan. Aneh, kan?" Marius menjelaskan, ada peraturan bahwa produk yang diindikasikan untuk mengobati penyakit, tetapi tidak memiliki bukti ilmiah, akan diregistrasi sebagai ’TR’ (tradisional). Inilah yang tercantum pada obat Cina yang terdaftar di Indonesia.
Sedangkan produk yang tidak diindikasikan untuk mengobati, akan dimasukkan sebagai suplemen makanan dengan registrasi ’MD’ (untuk makanan dari dalam negeri) dan ’ML’ (untuk makanan Dari Luar Negeri). Sedangkan bila dapat ’Berperan’ sebagai obat dan makanan, akan diberi registrasi ‘B’ "jadi, dibuat grey area. Padahal, seharusnya ada criteria yang tegas. Jadi tergantung produk itu mau dipromosikan sebagai apa. Marius lalu mencoba menyimpulkan bahwa semua produk obat yang tidak memiliki tanda registrasi dapat dikatakan ’ilegal’. Artinya, risiko yang timbul akan ditanggung sendiri oleh konsumen.
Berkonsultasi Dahulu
Obat dapat diumpamakan sebagai pisau bermata dua. Dapat menyembuhkan, dapat pula membahayakan. Lebih sulit lagi memonitor risiko dan efek samping pengobatan naturopatik dan herbal yang biasanya belum melalui uji ilmiah. Kita sendirilah yang dapat mengatur penggunaan ’pisau bermata dua’ ini. Seperti kata Marius, bila Anda akan mengkonsumsi obat-obatan, konsumsilah sesuai dengan indikasinya. Ada baiknya sebelum mengkonsumsinya, Anda mencari informasi sebanyak-banyaknya. Jangan tergiur oleh harga yang mahal. Carilah yang sudah terdaftar.
"Kalau ingin langsing, lebih baik Anda menjalani pola makan sehat dan melakukan olahraga secara teratur. Bukannya minum obat pelangsing. jadi, jangan langsing secara ’karbitan’. Efeknya bisa panjang." Sedangkan Mochtar mengatakan, bila memang ingin memanfaat-kan obat pelangsing, Anda dianjurkan untuk berkonsultasi ke dokter gizi terlebih dahulu, agar mendapatkan obat yang sesuai, sehingga hasilnya maksimal. Dan seperti Marius, ia juga menekankan pentingnya diet seimbang dan olahraga teratur.
No comments:
Post a Comment